Hp : 085642531869
https://www.facebook.com/tyara.galery?fref=ts
Senin, 30 November 2015
Sejarah Farmakognosi
‘Pharmacognosy’ berasal dari penggabungan dua kata Yunani, yaitu Pharmakon (obat) dan Gnosis(pengetahuan) yang berarti, pengetahuan tentang obat-obatan. Penamaan ‘Pharmacognosy’digunakan pertama dan terutama oleh CA Seydler, mahasiswa kedokteran di Halle / Saale, Jerman, yang dengan sungguh-sungguh mengerjakan Analetica Pharmacognostica sebagai judul utama tesisnya pada tahun 1815. Selain itu, penelitian lebih lanjut telah mengungkapkan bahwa Schmidt telah menggunakan istilah ‘Pharmacognosis’ dalam sebuah buku monografi berjudul Lehrbuch der Materia Media (yaitu, Lecture Notes on Medical Matter) sebelum 1811, di Wina. Kompilasi ini secara eksklusif berhubungan dengan tanaman obat dan karakteristik yang sesuai.
Dari penelitian tersebut, kemudian berkembang orang Mesir kuno, Cina, India, Yunani, dan Roma menggunakan Kamper yang diketahui memiliki manfaat yang sangat besar dalam pengobatan dan penyembuhan berbagai penyakit, misalnya: secara internal sebagai stimulans dan karminatif; secaraeksternal yakni sebagai antipruritic, counterirritant dan antiseptic.
Awalnya kamper diperoleh dengan hanya pendinginan minyak volatile dari sasafras, rosemery, lavender, sage, sedangkan orang-orang Yunani dan Romawi kuno memperolehnya dari produk dalam pembuatan anggur. Saat ini, kamper diperoleh pada skala besar secara sintetik (campuran rasemik) dari α-pinene yang terdapat dalam minyak terpentin.
Orang asli Afrika telah menggunakan ekstrak tumbuh-tumbuhan dalam upacara-upacara ritual mereka dimana subjek akan kehilangan gerakan tubuh yang lengkap tetapi mental harus tetap waspada selama 2 atau 3 hari. Kemudian, peradaban sebelumnya juga menemukan sejumlah minuman fermentasi karbohidrat yang berasal dari tumbuhan kaya zat yang mengandung alkohol dan cuka. Dengan berlalunya waktu mereka juga secara eksklusif produk-produk tumbuhan tertentu digunakan untuk meracuni tombak dan panah mereka dalam memangsa dan membunuh musuh-musuh. Menariknya, mereka menemukan bahwa beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan memiliki properti unik untuk menjaga kesegaran dan juga untuk masker dengan rasa dan aroma yang tidak menyenangkan.
Banyak kemajuan yang telah didapat di abad 19 ketika ahli-ahli kimia secara serius mengambil tantangan untuk mensintesis sejumlah besar senyawa organik dasar atau ‘prototype active biology’. Beberapa secara murni ‘disintesis senyawa’ pada dasarnya memiliki struktur kompleksitas yang terus meningkat dan kemudian, setelah evaluasi secara sistematis pada farmakologis dan mikrobiologi terbukti menghasilkan efek yang sangat baik dan berguna secara terapeutik. Jelas, bahwa kebanyakan dari ‘tailor-made’ senyawa yang telah ditandai dan dinyatakan memiliki indeks terapeutik ditemukan berada di luar dunia ‘pharmacognosy’ atau lebih secara khusus ‘phytochemistry’ yang sama sekali baru dengan muncul ‘jamu kimia’. Namun, disiplin khusus ini hampir terbengkalai sejak era parcelsus. Tetapi sekarang, ‘jamu kimia’ telah diakui layak dan mendapat pengakuan yang luas di seluruh dunia karena manfaat dan keuntungannya.
Singkatnya, tiga disiplin ilmu yang menjadi dasar utama sebagian besar secara umum yang berkaitan dengan pengembangan obat-obatan, adalah:
- Farmakognosi; mencakup informasi-informasi yang relevan yang berkaitan dengan obat-obatan yang secara eksklusif berasal dari sumber-sumber alam, misalnya: tumbuhan, hewan dan mikroorganisme,
- Kimia medisinal: meliputi sepenuhnya pengetahuan khusus tidak hanya terbatas pada ilmu ‘obat sintetik’ tetapi juga dasar-dasar ‘desain obat’, dan
- Farmakologi: berurusan khususnya dengan kerja ‘obat’ dan masing-masing efek pada sistem kardiovaskular dan aktivitas-SSP.
Selama bertahun-tahun, dengan pertumbuhan yang luar biasa ilmu pengetahuan dan informasi berharga dari tiga disiplin ilmu tersebut di atas telah sepenuhnya muncul sebagai ‘ilmu lengkap’ dalam lingkup mereka sendiri.
HERBA MENIRAN
TINJAUAN PUSTAKA
KLASIFIKASI HERBA MENIRAN (Phylanthus urinaria, Linn.)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Phyllanthus
Spesies : Phyllanthusniruri L
MORFOLOGI
Tanaman Herba Meniran secara morfologi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Tanaman Herba Meniran secara morfologi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
- Perawakannya berupa semak yang tumbuh tegak dimana tingginya antara 50- 100 cm.
- Batangnya berbentuk bulat, licin, tidak berambut dengan diameter 3 mm yang berwarna hijau pucat.
- Daunnya tunggal, berseling, dan berbentuk bulat telur atau bulat memanjang dengan panjang daun antara 5-10 mm, lebar daun 2,5–5 mm, ujung daunnya berbentuk bundar atau runcing, permukaan daun bagian bawah berbintik-bintik kelenjar yang berwarna hijau.
- Bunga terletak di ketiak daun, dimana bunga jantan terletak di bawah ketiak daun, berkumpul antara 2-4 bunga, gagang bunga 0.5–1 mm, helaian bunga berbentuk bulat telur terbalik panjang antara 0,75-1 mm yang berwarna merah pucat sedangkan bunga betina letaknya di bagian atas ketiak daun dengan gagang bunga 0,75-1 mm, helaian mahkota bunga berbentuk bundar telur sampai bulat memanjang dengan tepi bunga berwarna hijau muda.
- Buahnya berbentuk bulat dan teksturnya licin dengan diameter 2-2,5 mm, warna hijau keunguan.
- Biji kecil keras berbentuk ginjal warna coklat.
- Akarnya tunggang, berwarna putih kotor.
Tanaman herba meniran tumbuh tersebar di seluruh Indonesia dengan ketinggian antara 1-1000 meter di atas permukaan laut. Penyebarannya luas meliputi kawasan hutan bagian negara India, hutan Cina, Malaysia, Philipina, serta kawasan Australia.
PENGEMBANGAN HERBA MENIRAN
Menurut Mellinger et al. (2005) yang diacu dalam Manjrekar et al. (2008), meniran memiliki aktivitas hipoglikemik, hipotensi, diuretik, antioksidan, dan antiinflamasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meniran mengandung efek antihepatotoksik (Syamasundar et al. 2002, diacu dalam Kurniasari 2006), antitumor, antikarsinogenik (Rajeskumar et al. 2002, diacu dalam Kurniasari 2006), dan antibakteri (Gunawan et al. 2008). Penelitian untuk menggali manfaat meniran terus dikembangkan, terutama setelah diketahui bahwa ekstrak air tanaman ini dapat menghambat kerja virus HIV (Naik & Juvekar 2003, diacu dalam Kurniasari 2006).
Aktivitas Herba Meniran Terhadap Antimikroba
Tanaman herba meniran banyak dimanfaatkan sebagai obat sakit perut, penyakit empedu, obat penolak demam, antimikroba dan antimalaria. Dari pengujian sebelumnya didapatkan bahwa meniran mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, fenol, glikosida dan lignan. Dari hasil penelitian wardoyo, usia dan cahyaningsih dibuktikan bahwa dalam herba meniran terkandung senyawa golongan saponin, tanin, alkaloid dan flavonoid. Senyawa ini didapatkan dengan mengekstraksi herba meniran menggunakan etanol.
Menurut penelitian sebelumnya saponin, tanin, alkaloid dan flavonoid menunjukan aktivitas terhadap mikrob. Aktivitas terhadap mikroba dapat diketahui dari kemampuan penghambatan pertumbuhan bakteri. Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri Gram positif(Staphylococcus aureus),Gram negatif (Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa), dan khamir (Candida albicans). Penghambatan pertumbuhan mikroba terjadi karena penghambatan sintesis dinding sel, pengubahan permeabilitas membran sel atau transpor aktif melalui membran sel, penghambatan sintesis protein, dan penghambatan sintesis asam nukleat.
Dari hasil penelitian herba meniran menggunakan ekstrak etanol 96% menunjukkan bahwa senyawa golongan alkaloid dan tanin mempunyai aktivitas penghambatan terhadap S. aureus danC. albicans, alkaloid dan tanin terdeteksi dalam herba meniran karena memberikan hasil positif dengan terbentuknya endapan jingga (pereaksi Dragendorff) dan endapan putih (pereaksi Mayer), serta terbentuk warna hitam dengan pereaksi FeCl3 dan endapan pada gelatin10%). Aktifitas alkaloid dan tanin ini dibuktikan dengan pengujian bioaktivitas hasil KLT ekstrak meniran secara bioautografi. Penghambatan terhadap mikroba yang diperlihatkan dengan adanya zona bening yang terbentuk disekitar tetesan herba meniran.
Penggunaan Herba Meniran Sebagai Antibakteri
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gunawan, Bawa, dan Sutrisnayanti, di dalam herba meniran tedapat senyawa golongan terpenoid yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi menggunakan kromatografi gas dan spektroskopi massa. Hasil ekstraksi menggunakan maserasi dengan pelarut metanol dan sokletasi dengan pelarut n–heksana menunjukan bahwa n-heksan dalam heba meniran yang diekstraksi menggunakan 2 cara positif mengandung terpenoid. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya warna ungu setelah ekstrak n–heksana direaksikan dengan Pereaksi Lieberman Burchard.
Setelah terpenoid diisolasi dan diuji aktivitas ekstrak n–heksana terhadap bakteri Escherichia colidan Staphylococcus aureus menunjukkan bahwa fraksi n–heksana yang sudah diidentifikasi sebagai terpenoid mempunyai aktifitas antibakteri. Dari perbandingan n-heksana hasil sokletasi dan maserasi didapatkan bahwa n-heksana hasil sokletasi memberikan daya hambat yang lebih baik. Daya hambat fraksi n–heksana hasil maserasi adalah 1 mm terhadap bakteri Escherichia colidan 0,5 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus, sedangkan daya hambat fraksi n–heksana hasil sokletasi yaitu 10 mm terhadap bakteri Escherichia coli dan 12 mm terhadap bakteriStaphylococcus aureus.
Ekstrak n–heksana hasil sokletasi dimurnikan dengan menggunakan kromatografi kolom dan diidentifikasi dengan Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa. Data Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa, menunjukkan kemungkinan ekstrak n–heksana hasil sokletasi mengandung dua buah senyawa yaitu phytadiene dan senyawa 1,2-seco-cladiellan.
Penggunaan Herba Meniran Sebagai Antimalaria
Penggunaan herba meniran sebagai anti malaria telah dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sandra dan analisis data yang dilakukan oleh Latra dan Fauzi. Dari hasil penelitian sandra menunjukan bahwa senyawa alkaloid, flavonoid dan lignan mempunyai aktifitas terhadap antimalaria. Penggunaan herba meniran sebagai antimalaria ini dilakukan secara invivo dengan menggunakan mencit sebagai hewan uji yang akan direplikasikan sebanyak 3 kali pada setiap variasi dosis. Mencit yang akan digunakan dalam percobaan diinduksi menggunakan plasmodium berghei, mencit yang terinfeksi ini akan diterapi menggunakan 6 variasi dosis suspensi ekstrak herba meniran yakni 50, 100 ,200 ,400, 800 dan 1000 mg/Kg BB mencit selama 8 hari percobaan.
Selama 8 hari, darah tikus akan diambil dan dianalisis prosentase parasitemia dan prosentase penghambatan paparan. Prosentase parasitemia yaitu sel darah merah yang terinfeksi plasmodium berghei per jumlah eritrosit yang diamati, dan yang dimaksud prosentase penghambatan, yaitu efektifitas ekstrak uji yang dapat dilihat melalui reaksi dari herba meniran terhadap senyawa patogen.
Parameter yang digunakan pada pengumpulan dan analisis data adalah variasi dosis yang digunakan untuk terapi dan lamanya hari percobaan terhadap interaksi herba meniran dengan penginduksi. Metode yang digunakan dalam analisis data ini adalah menggunakan faktor desain dengan dua variabel yakni dosis dan hari.
Berdasarkan penelitian dan analisis data, dapat diketahui bahwa ekstrak uji tanaman herba meniran pada kedua parameter yang diamati yaitu dosis dan hari beserta interaksinya berpengaruh sangat signifikan terhadap prosentase pertumbuhan parasitemia penyakit malaria. Dari hasil pengamatan prosentase parasitemia terhadap variasi dosis selama tiga replikasi menunjukan bahwa dosis yang paling efektif untuk menghambat pertumbuhan parasitemia adalah pada dosis 800 mg/Kg BB mencit, dan semakin hari prosentase penghambatan pertumbuhan parasitemia semakin kecil.
Dari hasil penelitian variasi dosis dan lama pemberian terhadap penghambatan aktivitas plasmodium berghei dapat disimpulkan bahwa dosis yang paling efektif terdapat pada dosis 800 mg/BB mencit selama 8 hari terapi.
Penggunaan herba meniran sebagai hepatoprotektor
Herba meniran (Phyllanthm niruri Linn) memiliki hasiat hepatoprotektor (Chodidjah et al., 2007) dibuktikan dengan penelitian Pengaruh pemberian air rebusan meniran (Phyllanthm niruri Linn) terhadap gambaran histopatologi hepar tikus wistar yang terinduksi CCL4. Tikus yang diinduksi CCL4 tetapi tidak diberikan air rebusan meniran, mengalami histopatologi hati adanya radang kronik, sel limfosit, nekrosis dan perdarahan. Radikal bebas dari CCL4 melisiskan asam lemak pada fosfolipid membran sel sehingga meningkatkan permeabilitasnya dan membran sel pun rusak. Perdarahan disebabkan oleh radikal bebas yang merusak endotel pembuluh darah. Berbeda dengan tikus yang diinduksi CCL4 dandiberikan air rebusan meniran dengan dosis 3 cc/hari. Histopatologinya tampak degenerasi hidropik, ini menggambarkan bahwa adanya perbaikan sel dengan tumbuhnya vakuola-vakuola kecil sampai besar pada sitoplasma. Keadaan seperti ini belum bisa dikatakan kembali normal, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lagi dengan dosis air rebusan meniran yang lebih besar. Perbaikan sel hati oleh herba meniran, diduga oleh adanya zat aktif phyllanthin dan hipophyllanthin yang berfungsi sebagai ligand yang mengaktifkan sel kupfer dalam menghasilkan interleukin untuk proses regenerasi sel hati (Chodidjah et al., 2007).
Cara Pengeringan Herba Meniran
Selain penelitian mengenai khasiat herba meniran, ada juga penelitian lain yang bermanfaat dalam pengembangan tanaman herbal ini. Harrizul Rivai dkk. telah melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh cara pengeringan herba meniran terhadap perolehan kadar ekstraktif, kandungan senyawa fenolat total, dan aktivitas antioksidanya. Penelitian dilakukan dengan membagi bagian herba meiran menjadi empat bagian. Bagian I langsung diekstraksi dengan etanol 80%. Bagian II dikering anginkan diudara pada suhu 25 oC, bagian III dikeringkan di oven suhu 40 oC, dan bagian IV dikeringkan di oven suhu 60 oC. Pengeringan dilakukan hingga kadar air <10%. Sebelumnya telah dilakukan penelitian penentuan kadar air serbuk simplisia meniran dengan mengeringkan serbuk simplisia pada suhu 105oC agar air yang terikat secara fisik dapat dihilangkan (Harjadi, 1993). Keempat bagian tadi kemudian di ekstraksi dan di uji kadar senyawa fenolat total, uji antioksidan, dan hasil rendemennya.
Ternyata, semua cara pengeringan menyebabkan penurunan kadar senyawa fenolat dan nilai rendemen secara signifikan. Perolehan nilai rendemen / perolehan hasil ekstraksi dan kadar senyawa fenolat tertinggi diperoleh pada pengeringan dengan oven suhu 40oC. Selain itu, pengeringan herba meniran dalam oven suhu 40 oC meningkatkan kembali aktivitas antioksidan herba meniran. Pengeringan dengan cara dikering-anginkan pada suhu 25oC dinilai tidak efektif karena memakan waktu 7 hari, diduga pengeringan yang lama akan memicu penguraian senyawa fenolat (Harrizul, 2011).
Antioksidan Dalam Herba Meniran
Pada tahun 2010, telah diteliti profil kimiawi ekstrak ramuan kunyit, temulawak, dan meniran berdasarkan aktivitas antioksidannya (Lestari, 2010). Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi dengan pelarut etanol 96%. Etanol 96% digunakan sebagai pelarut agar semua zat aktif yang terkandung pada simplisia, baik zat kimia yang bersifat kurang polar, semi polar, maupun polar dapat terekstrak seluruhnya. Untuk mendapatkan rendemen yang banyak peneliti melakukan penghalusan simplisia sampai 80 mesh sebelum di ekstraksi. Semakin kecil ukuran bahan maka luas bahan yang bersentuhan dengan pelarut makin besar (Sharief 2006, diacu dalam Haryadi 2008). Pada ramuan 100% meniran, diperoleh nilai rendemen yang paling rendah yaitu 8,75%. Besar kecilnya rendemen dapat disebabkan oleh ketebalan dinding sel, membran sel, dan pengaruh faktor genetik (Nurcholis 2008). Dinding sel dan membran sel herba meniran diindikasikan lebih tebal dibandingkan kedua simplisia yang lain sehingga metabolit sekunder yang terlarut bersama etanol 96% lebih sedikit. Diantara ketiga serbuk simplisia, serbuk herba meniran yang mempunyai aktivitas antioksidan paling tinggi (Lestari, 2010). Hal ini disebabkan banyak senyawa kimia yang berfungsi sebagai antioksidan yang terkandung dalam herba meniran, seperti flavonoid dan lignan (Kardinan & Kusuma 2004, diacu dalam Puspita 2009).
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan dalam pengembangan herba pegagan dalam bidang kesehatan dapat disimpulkan bahwa:
v Herba pegagan mengandung senyawa alkaloid dan tanin yang mempunyai aktifitas antimikrob terhadap Staphylococcus aereus dan Candida albicans.
v Herba pegagan mengandung senyawa golongan terpenoid yang efektif diekstraksi menggunakan sokletasi dan hasil ekstraksi terbukti mempunyai aktifitas terhadap Eschericia colidan Staphylococcus aereus.
v Senyawa alkaloid, flavonoid dan lignan dalam herba pegagan mempunyai aktifitas terhadap antimalaria, dosis 800 mg/Kg BB mencit mempunyai aktifitas yang paling efektif terhadap penghambatan parasitemia yang dilakukan selama 8 hari.
v Herba pegagan mengandung zat aktif phyllanthin dan hipophyllanthin yang berfungsi sebagai hepatoprotektor. Kedua senyawa ini berperan sebagai ligand yang mengaktifkan sel kupfer dalam menghasilkan interleukin untuk proses regenerasi sel hati.
v Pengeringan herba pegagan dapat menurunkan kadar senyawa fenolat dan nilai rendemen secara signifikan. Hasil pengeringan paling efektif didapatkan pada pengeringan pada suhu 400C karena proses ini terjadi peningkatan aktivitas antioksidan.
v Senyawa flavonoid dan lignan dalam herba meniran mempunyai antioksidan terbesar dibanding kunyit dan temulawak.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmeda, A., Ismail, Z., and Gabriel, A., 2005, Antioxidants properties of Phyllanthus niruri (Dukung Anak) Extracts, Malaysian Journal of Science, 24(1), 195-200.
Munjrekar, A.P., Jisha, V., Bag, P.P., Adhikary, B., Pai, M.M., Hegde, A. and Nandini, M., 2008, Effect of Phyllanthus niruri Linn. treatment on liver, kidney and testes in CCl4 induced hepatotoxic rats, Indian J. Exp. Biol., 46, 514-520
Nwanjo, H.U., 2007, Studies on the effect of aquous extract of Phyllanthus niruri leaf on plasma glucose level and some hepatospecific markers in diabetic Wistar rats, Internet J. Lab. Med., 2(2), 1-9
Sudibyo, M., 1998, Alam Sumber Kesehatan: Manfaat dan Kegunaan, Jakarta: Balai Pustaka
WHO, 1998, Quality control methods for medicinal plant materials, Geneva: World Health Organization
Langganan:
Postingan (Atom)